Kolom Update — Pasar properti di China tengah menghadapi kelesuan yang cukup parah. Penurunan permintaan, di tambah melemahnya daya beli masyarakat, membuat banyak pemilik rumah kesulitan untuk menjual properti mereka. Situasi ini bukan hanya menjadi masalah ekonomi, tetapi juga mempengaruhi psikologi pemilik rumah, sehingga memunculkan praktik-praktik yang tidak lazim untuk menarik pembeli. Salah satunya adalah fenomena xuanxue, atau ritual mistis yang di lakukan dengan harapan agar properti mereka cepat laku.
Fenomena ini menarik perhatian publik karena tidak biasa. Pemilik rumah yang sebelumnya hanya mengandalkan strategi pemasaran konvensional kini mencoba hal-hal yang bersifat supranatural. Mereka mengunjungi kuil, berdoa, dan menggunakan berbagai jimat keberuntungan, percaya bahwa ritual ini bisa membantu mempercepat penjualan properti. Kepercayaan terhadap praktik mistis semacam ini telah menjadi cara alternatif bagi masyarakat yang merasa frustrasi menghadapi pasar properti yang lesu.
Xuanxue dan Media Sosial, Kombinasi Unik di Tengah Krisis
Yang lebih mengejutkan, praktik xuanxue ini tidak lagi di lakukan secara pribadi. Fenomena ini telah menjadi tren di media sosial China. Banyak pemilik rumah membagikan foto, video, dan cerita tentang ritual yang mereka lakukan untuk “menarik” pembeli. Platform seperti Weibo dan Douyin di penuhi konten di mana masyarakat menunjukkan berbagai cara unik untuk menjadikan properti mereka lebih menarik, mulai dari menyalakan lilin di kuil hingga menggantung jimat keberuntungan di pintu rumah.
Fenomena ini mencerminkan tingkat keputusasaan yang tinggi di pasar properti China saat ini. Di satu sisi, ada penurunan permintaan yang disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melambat dan ketidakpastian finansial masyarakat. Di sisi lain, banyak orang yang telah menginvestasikan tabungan mereka di sektor properti merasa terjebak, karena harga rumah yang stagnan atau bahkan menurun. Praktik mistis ini menjadi cara untuk mendapatkan “harapan” ketika metode konvensional dirasa gagal.
Selain itu, tren ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat memengaruhi persepsi dan perilaku masyarakat. Dengan berbagi ritual dan doa secara daring, pemilik rumah merasa mendapat dukungan sosial, bahkan ketika situasinya suram. Hal ini juga menciptakan komunitas virtual di mana orang-orang yang mengalami kesulitan serupa bisa saling berbagi tips dan trik, meski dalam konteks yang lebih mistis daripada ekonomis.
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Fenomena Mistis
Meskipun fenomena xuanxue terlihat ringan dan unik, ada pesan yang lebih dalam di baliknya. Praktik ini menunjukkan bagaimana tekanan ekonomi dapat memengaruhi perilaku sosial dan budaya masyarakat. Ketika pasar properti stagnan dan penjualan rumah menjadi sulit, orang-orang mencari cara-cara alternatif untuk mempertahankan harapan mereka. Ini adalah cerminan nyata dari ketidakpastian ekonomi yang memengaruhi kehidupan sehari-hari.
Para analis ekonomi menyoroti bahwa fenomena ini bukan solusi nyata terhadap masalah pasar properti. Permintaan yang rendah dan daya beli yang menurun tetap menjadi faktor utama yang menentukan penjualan. Namun, dari perspektif psikologis, xuanxue memberi efek positif bagi pemilik rumah. Ritual dan doa bisa membantu mereka mengurangi stres, merasa lebih optimis, dan tetap termotivasi dalam menghadapi situasi yang menantang.
Fenomena ini juga menjadi simbol adaptasi budaya terhadap tekanan ekonomi. Di masa lalu, masyarakat China sering menggabungkan kepercayaan tradisional dengan praktik sehari-hari untuk menghadapi ketidakpastian. Saat ini, praktik tersebut di padukan dengan teknologi modern melalui media sosial, sehingga menjadi lebih luas dan terlihat sebagai tren publik, bukan sekadar tindakan pribadi.
Secara keseluruhan, kelesuan pasar properti China mendorong masyarakat untuk mencari jalan keluar yang kreatif, meskipun bersifat supranatural. Fenomena xuanxue mencerminkan keputusasaan sekaligus kreativitas, menunjukkan bagaimana budaya, ekonomi, dan psikologi dapat saling bertemu dalam situasi yang menantang. Pasar properti yang lesu bukan hanya soal angka dan transaksi, tetapi juga soal harapan dan usaha manusia untuk tetap optimis, bahkan melalui cara-cara yang tidak konvensional.