Kolomupdate.com — Banyak perusahaan teknologi besar di Amerika Serikat kini dilaporkan menggunakan model kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan secara terbuka dari China. Fenomena ini terungkap oleh fisikawan dan insinyur machine learning, Misha Lakin, yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan AS ternyata mengadopsi model-model AI gratis dari luar negeri, khususnya China, meskipun hubungan teknologi antara kedua negara sedang berada dalam ketegangan yang cukup tinggi.
Ketegangan ini sendiri sering disebut sebagai perang teknologi antara Amerika Serikat dan China, yang mencakup persaingan dalam hal pengembangan AI, chip semikonduktor, dan teknologi canggih lainnya. Di tengah konteks ini, fakta bahwa perusahaan-perusahaan AS menggunakan model AI buatan China menjadi hal yang cukup mengejutkan. Biasanya, dalam situasi geopolitik seperti ini, perusahaan-perusahaan di AS cenderung menghindari ketergantungan pada teknologi asing, terutama dari negara yang dianggap sebagai pesaing strategis. Namun, kenyataannya berbeda.
Menurut temuan Misha Lakin, sejumlah perusahaan AI di AS telah mulai memanfaatkan model-model AI terbuka atau open-source yang dikembangkan oleh pihak China. Model-model ini sering kali tersedia secara gratis atau dengan lisensi yang sangat longgar, memungkinkan siapa pun untuk menggunakannya, memodifikasi, dan mengintegrasikannya ke dalam produk atau layanan mereka. Keuntungan dari model AI terbuka ini adalah kemampuannya yang cukup baik, bahkan mampu menyaingi model-model AI komersial yang dikembangkan oleh perusahaan besar di AS sendiri.
Fenomena ini menunjukkan adanya paradoks menarik dalam dunia teknologi: di satu sisi, ada tekanan politik dan regulasi untuk membatasi penggunaan teknologi asing, tetapi di sisi lain, kebutuhan akan solusi AI yang canggih mendorong perusahaan untuk mencari dan menggunakan alat yang paling efisien, terlepas dari asalnya. Model AI terbuka dari China menawarkan fleksibilitas dan performa yang tinggi, sehingga banyak perusahaan memilih menggunakannya demi mempercepat pengembangan produk mereka.
Selain itu, penggunaan model AI terbuka juga mencerminkan tren global dalam pengembangan kecerdasan buatan. Open-source AI telah menjadi pendorong inovasi di banyak bidang, karena memungkinkan komunitas global untuk berkolaborasi, berbagi data, dan meningkatkan kemampuan model secara lebih cepat daripada pengembangan tertutup. China sendiri telah aktif mendorong ekosistem AI terbuka, dengan banyak perusahaan dan lembaga penelitian merilis model-model canggih untuk digunakan publik. Strategi ini tidak hanya meningkatkan reputasi teknologi China, tetapi juga memperluas pengaruhnya dalam ekosistem AI global.
Namun, penggunaan model AI terbuka dari China oleh perusahaan AS tentu tidak tanpa risiko. Ada kekhawatiran terkait keamanan data, perlindungan kekayaan intelektual, dan potensi pengaruh geopolitik. Model AI yang dikembangkan di luar negeri bisa saja memiliki celah keamanan yang tidak diketahui, atau bahkan menyertakan komponen yang dapat dieksploitasi untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, banyak pakar menekankan pentingnya audit dan pengawasan yang ketat ketika perusahaan AS memutuskan untuk menggunakan teknologi AI dari luar negeri.
Misha Lakin menekankan bahwa fenomena ini menandai pergeseran penting dalam lanskap teknologi global. Alih-alih hanya mengandalkan inovasi internal, perusahaan-perusahaan AS kini terbuka untuk memanfaatkan sumber daya internasional demi mempercepat kemajuan mereka. Hal ini juga memperlihatkan bahwa dalam praktiknya, teknologi sering kali melampaui batas-batas geopolitik, dan inovasi AI cenderung bergerak lebih cepat daripada regulasi atau kebijakan negara.
Secara keseluruhan, adopsi model AI terbuka buatan China oleh perusahaan AS mencerminkan kompleksitas hubungan antara teknologi, ekonomi, dan politik. Sementara ketegangan antara AS dan China terus berlangsung, perusahaan teknologi tampaknya menyeimbangkan antara kepentingan nasional dan kebutuhan praktis untuk tetap kompetitif di pasar global yang bergerak sangat cepat. Fenomena ini tidak hanya relevan bagi sektor teknologi, tetapi juga menjadi indikator penting tentang bagaimana inovasi global terus membentuk ulang dinamika geopolitik di era digital.