Kolom Update — Ketegangan hubungan China–Jepang dalam beberapa tahun terakhir kembali menjadi sorotan internasional. Perselisihan yang melibatkan isu geopolitik, keamanan regional, hingga kontroversi sejarah memberikan efek domino yang tak hanya terasa di ranah politik, tetapi juga pada sektor ekonomi. Salah satu sektor yang paling mudah merasakan pengaruh dari ketegangan dua raksasa Asia ini adalah. Bisnis travel dan pariwisata. Industri yang bergantung pada mobilitas dan persepsi keamanan ini harus kembali menata strategi demi menjaga keberlangsungan usaha.
Penurunan Jumlah Wisatawan
Hubungan yang memanas antara China dan Jepang biasanya diikuti perubahan drastis dalam arus wisatawan kedua negara. Tingginya tensi politik sering membuat wisatawan menunda atau membatalkan perjalanan karena khawatir situasi berubah menjadi tidak kondusif. Selain itu, kampanye nasionalisme di masing-masing negara dapat memicu sentimen negatif terhadap perjalanan lintas negara.
Bagi pelaku bisnis travel, kondisi ini tentu menjadi tantangan besar. Paket wisata yang selama ini menjadi favorit, seperti kunjungan ke kota-kota besar Jepang bagi wisatawan China, maupun rute perjalanan ke Beijing dan Shanghai bagi wisatawan Jepang, mengalami penurunan peminat. Agen perjalanan harus menghadapi gelombang pembatalan, penurunan okupansi hotel, hingga revisi target penjualan tahunan.
Maskapai dan Hotel Ikut Terimbas
Selain agen travel, perusahaan maskapai penerbangan dan jaringan hotel juga terkena dampaknya. Rute-rute populer antara kedua negara yang biasanya penuh sepanjang tahun tiba-tiba mengalami penurunan permintaan. Dalam beberapa kasus, maskapai bahkan harus mengurangi frekuensi penerbangan demi menekan biaya operasional.
Hotel-hotel yang bergantung pada turis China atau Jepang turut merasakan penurunan tingkat hunian. Kondisi ini membuat banyak pelaku industri hospitality memutar otak untuk mencari alternatif pasar baru yang lebih stabil. Promosi ke negara tetangga Asia Tenggara, Eropa, atau Amerika menjadi strategi umum untuk menambal kekosongan pasar.
Industri Retail dan Kuliner Kehilangan Pelanggan
Tak hanya sektor utama seperti maskapai dan agen perjalanan, industri pendukung pariwisata seperti retail, pusat belanja, dan kuliner juga merasakan penurunan signifikan. Wisatawan China dikenal sebagai pembelanja besar ketika berkunjung ke Jepang, sedangkan wisatawan Jepang sering mencari pengalaman budaya dan kuliner ketika berwisata ke China.
Ketika arus wisata menurun, pendapatan toko suvenir, gerai bebas pajak, hingga restoran populer ikut merosot. Situasi seperti ini berpotensi memengaruhi rantai pasok yang lebih luas, khususnya di kawasan kota besar yang bergantung pada turis internasional.
Adaptasi Pelaku Travel Lokal
Meski situasi tampak suram, pelaku bisnis travel tetap memiliki ruang untuk beradaptasi. Beberapa strategi yang kini mulai banyak dilakukan antara lain:
Diversifikasi pasar wisatawan
Agen travel mulai mengurangi ketergantungan pada wisatawan dari China atau Jepang dan memperluas jangkauan ke negara lain dengan potensi stabilitas lebih tinggi.
Paket wisata domestik dan regional
Kenaikan minat terhadap wisata lokal dan regional menjadi peluang baru. Agen travel meningkatkan penawaran paket wisata dalam negeri atau negara sekitar yang diminati masyarakat.
Digitalisasi layanan
Pemanfaatan platform online, promosi digital, virtual tour, hingga pemesanan otomatis dapat menekan biaya dan memperluas jangkauan pelanggan.
Kerja sama lintas industri
Pelaku travel menggandeng hotel, transportasi lokal, dan pusat wisata untuk membuat paket gabungan yang lebih menarik dan ekonomis.
Harapan di Tengah Ketegangan
Meski kondisi hubungan China–Jepang sering mengalami pasang surut, sektor pariwisata memiliki karakter yang sangat dinamis. Sejarah menunjukkan bahwa ketika tensi politik mereda, wisatawan biasanya kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Keinginan masyarakat kedua negara untuk menikmati budaya, kuliner, dan keindahan alam satu sama lain tetap menjadi modal penting bagi pemulihan industri travel.
Pada akhirnya, adaptasi menjadi kunci utama. Pelaku bisnis travel yang mampu membaca tren, memperkuat inovasi, dan memanfaatkan peluang pasar baru akan tetap bertahan bahkan di tengah ketidakpastian hubungan internasional.