Kolom Update — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggaungkan sistem perikanan berbasis teknologi dalam Konferensi Internasional Asia-Pacific Federation for Information Technology in Agriculture (APFITA) Ke-15 2025 di Bogor, Jawa Barat, guna memperkuat implementasi ekonomi biru pada level global.
“Suatu kehormatan bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa menyampaikan komitmen Indonesia dalam mengimplementasikan ekonomi biru dengan memaksimalkan inovasi kelautan melalui teknologi digital,” Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Tebe sapaan akrab Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Tb Haeru Rahayu itu menyampaikan penyelenggaraan APFITA Ke-15 pada 17–18 November 2025 di Institut Pertanian Bogor (IPB) University Convention Center, Bogor menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia.
Indonesia menjadi tuan rumah bagi para pakar, akademisi, pelaku industri dan pembuat kebijakan dari kawasan Asia-Pasifik, menghadirkan ruang dialog strategis untuk membahas pemanfaatan teknologi digital dalam memajukan sektor agro-maritim global yang berkelanjutan.
Menurut dia, sebagai negara agraris dan maritim yang kaya potensi, Indonesia memiliki ruang besar untuk memaksimalkan penerapan teknologi informasi demi menyokong keberlanjutan sistem industri agro-maritim nasional dan global.
“Konferensi ini tidak hanya menjadi forum akademik, tetapi juga menjadi ajang pertukaran gagasan, perluasan wawasan, serta pembangunan kemitraan strategis antarnegara,” ujar Tebe.
Ia menegaskan transformasi digital menjadi instrumen utama dalam percepatan ekonomi biru Indonesia.
Tebe menyoroti tantangan global yang kian mendesak. Maka dengan proyeksi populasi mencapai 9,7 miliar jiwa pada 2050, dunia diperkirakan membutuhkan tambahan 70 persen suplai protein.
Indonesia, katanya, yang populasinya meningkat 22 persen. Membutuhkan tambahan lebih dari 21 juta ton protein setiap tahun.
Sistem pangan berbasis darat tidak lagi mampu memenuhi lonjakan kebutuhan tersebut, sehingga laut menjadi tumpuan masa depan.
“Indonesia memiliki potensi lahan akuakultur hingga 18 juta hektare, dan pemerintah saat ini memprioritaskan pengembangan komoditas unggulan seperti udang, rumput laut, nila, lobster dan kepiting,” jelasnya.
Dia menuturkan fokus di arahkan seperti pada inovasi pakan. Broodstock centers untuk meningkatkan efisiensi dan kesejahteraan pembudidaya.
Di pesisir utara Jawa Barat. Program KKP akan merevitalisasi 20 ribu hektare tambak idle untuk budidaya ikan, yang di proyeksikan menghasilkan 1,18 juta ton per tahun serta membuka lebih dari 160 ribu lapangan kerja baru. Selain itu. Di Sumba Timur Nusa Tenggara Timur (NTT), KKP akan mengembangkan kawasan budidaya udang terintegrasi dari hulu hingga hilir, mulai dari pembenihan hingga pabrik pengolahan.
Program itu akan menargetkan produksi 52.800 ton per tahun maka dengan nilai ekonomi mencapai Rp3,4 triliun per tahun serta menciptakan 4.700 pekerjaan. Sementara itu, inovasi Program Modeling Budidaya Ikan Nila Salin melalui mekanisasi dan pemantauan kualitas air secara real-time. Yang akan meningkatkan produktivitas dari hanya 0,6 ton menjadi 80 ton per hektare per siklus.
Program transformasi teknologi ini akan meningkatkan ekspor dan memperkuat kesejahteraan pembudidaya.
“Bersama mitra internasional. Kami percaya masa depan dunia terletak pada laut yang sehat dan berdaya digital,” ujar Tebe.
Sementara itu. Wakil Rektor IPB University Prof. Deni Noviana menggambarkan APFITA sebagai ruang dialog interdisipliner di mana ide diuji dan pengetahuan di pertajam, sekaligus menjadi wadah nyata untuk melahirkan inovasi yang menjawab tantangan sektor pangan global.
Dia menegaskan teknologi bukan lagi sekadar konsep futuristik. Maka kecerdasan buatan. Sensor pintar, robotik, hingga blockchain kini menjadi alat praktis yang mampu membantu petani, nelayan, dan pembudidaya menghadapi ketidakpastian iklim. Maka memprediksi hama. Memastikan keamanan pangan, dan mengelola sumber daya secara bijak. General Secretary APFITA Prof. Okayasu Takashi menilai Indonesia memiliki posisi strategis dalam ekosistem pangan global. Kekayaan pertanian dan maritim Indonesia memberikan konteks inspiratif bagi diskusi mengenai masa depan agro-maritim.
Menurut dia, teknologi digital seperti kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), analisis big data. Dan teknologi baru lainnya membuka peluang besar untuk menghadapi perubahan iklim, keterbatasan sumber daya, serta kebutuhan praktik berkelanjutan. Maka namun, ia mengingatkan teknologi hanya akan berarti bila inklusif dan memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan. Khususnya petani. Maka nelayan dan pembudidaya kecil sebagai tulang punggung sistem pangan global.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menginisiasi program ekonomi biru sebagai peta jalan sektor kelautan dan perikanan. Kebijakan di dalamnya mencakup perluasan kawasan konservasi. Maka hingga pembersihan sampah plastik di laut, yang tujuannya tidak hanya meningkatkan produktivitas dan daya saing produk perikanan Indonesia, tapi juga menjaga keberlanjutan ekosistem sektor itu sendiri.